Hubungi kami +62218763609
Post

Kitab Kuning, Khazanah Keilmuan Pesantren

Kitab kuning merupakan simbol referensi intelektual dalam lingkup pesantren. Sitem belajar mengajar di pesantren khususnya pesantren tradisional tidak bisa dilepaskan dari yang namanya kitab kuning. Istilah kitab kuning sendiri ini merujuk pada warna kertas yang digunakan untuk menulis kitab ini berwarna kuning. Sebutan “kitab kuning” ini bertujuan untuk memudahkan penyebutan, sekaligus ciri khas Indonesia. Kiai menggunakan menggunakannya untuk mengajar santri tentang berbagai ilmu, mulai dari al-Qur’an, Fiqih, Nahwu, Shorof, Tasawuf dan sebagainya.

Penampakan isi kitab kuning sendiri yaitu ditulis dengan bahasa Arab atau berhuruf Arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama salaf, ditulis dengan format khas abad ke-17-an M. Format tersebut terdiri dari dua bagian: matan, teks asal (inti) dan syarah (komentar, teks penjelas atas matan). Matan selalu diletakkan di bagian pinggir dari garis kotak. Sedangkan syarah diletakkan ditengah dengan raung yang lebih luas karena penuturannya lebih banyak dan panjang dibandingkan matan.

Ditinjau dari segi penulisnya, setidaknya ada tiga definisi menegenai kitab kuning: pertama, ditulis oleh ulama-ulama asing, namun secara turun-temurun menjadi referensi para ulama Indonesia. Kedua, ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen. Dan ketiga, ditulis ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing.

Pada umumnya di pesantren kitab kuning diajarkan dalam dua metode yaitu sorogan dan bandongan. Sorogan yaitu santri langsung menghadap satu per satu kepada kiai dengan membawa kitab tertentu dan mebacanya. Kiai menyimak dan menilai kefasihan santri baik dalam makna maupun bahasa. Biasanya cara sorogan dilakukan oleh santri yang masih tingkat awal dan terbatas pada kitab-kitab yang kecil saja.

Adapun metode bandongan yaitu pengajaran kitab kuning dengan cara semua santri menghadap kiai bersamaan. Kiai kemudian membacakan kitab tertentu dengan makna dan penjelasan secukupnya, sementara para santri mendengar dan mencatat penjelasan kiai di pinggir halaman kitabnya.

Dalam perkembangannya, kitab-kitab tersebut sudah banyak yang dicetak dengan memakai kertas putih dan dijilid dengan rapi. Penampilannya tidak kalah menariknya dengan penampilan buku-buku yang selain memakai bahasa Arab. Meskipun begitu penyebutan istilah Kiitab Kuning dan penggunaannya untuk mempelajari berbagai ilmu masih bertahan sampai sekarang. (ppp.or.id)

 

Like fanspage: Maktabah At-Turmusy Litturots